Beranda | Artikel
Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah [2]
Jumat, 28 Oktober 2016

oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah

Sungguh Allah subhanahu telah mensyari’atkan untuk mereka (umat Islam) bersatu dalam menunaikan ibadah-ibadah dalam bentuk sholat, puasa, haji, dan menimba ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah memberikan dorongan untuk mewujudkan persatuan kaum muslimin. Beliau juga melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan berita dengan maksud untuk mendorong persatuan dan melarang dari perpecahan. Beliau mengabarkan akan terjadinya perpecahan umat ini sebagaimana telah terjadi pada umat-umat sebelumnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang masih hidup niscaya dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian untuk mengikuti Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang lurus lagi mendapat petunjuk setelahku.” (HR. Abu Dawud [4609] Tirmidzi [2676] Ibnu Majah [42] dan Ahmad [17184])

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yahudi telah berpecah menjadi tujuh puluh satu firqah. Nasrani berpecah menjadi tujuh puluh dua firqah. Dan umat ini akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga firqah; semuanya di neraka kecuali satu.” Kami pun bertanya, “Siapakah itu wahai Rasulullah?” maka beliau menjawab, “Orang-orang yang beragama sebagaimana aku dan para sahabatku pada hari ini.” (HR. Tirmidzi [2641])

Dan sungguh telah terjadi apa yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan dengan terjadinya perpecahan umat di akhir-akhir periode para sahabat meskipun demikian perpecahan ini tidak terlalu banyak mempengaruhi tatanan umat sepanjang masa generasi yang paling utama yang telah diberi pujian oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang di masaku, kemudian yang sesudah mereka, dan kemudian yang sesudah mereka berikutnya.” (HR. Bukhari [2508] Muslim [2535] Tirmidzi [2222] Nasa’i [3809] Abu Dawud [4657] Ibnu Majah [2362] dan Ahmad [4/427])

Periwayat [hadits tersebut] mengatakan, “Aku tidak tahu apakah beliau menyebutkan setelah masanya dua generasi atau tiga generasi berikutnya.” Yang demikian itu karena masih banyaknya para ulama ketika itu baik dari kalangan ahli tafsir, hali hadits, atau ahli fikih. Di mana diantara mereka masih ada ulama dari kalangan tabi’in maupun tabi’ut tabi’in, para imam yang empat beserta murid-murid mereka, dan juga disebabkan kekuatan negara Islam pada masa-masa itu sehingga firqah-firqah yang menyimpang mendapati sanksi yang menangkalnya dalam bentuk hujjah/argumentasi ilmiah dan kekuatan/kekuasaan.

Dan setelah habisnya masa generasi-generasi yang paling utama itu berbaurlah kaum muslimin dengan orang-orang selain mereka dari para pemeluk agama-agama menyimpang dan diterjemahkan ke dalam bahasa arab ilmu-ilmu dari agama dan ajaran kekafiran dan sebagian raja/penguasa kaum muslimin mengambil pembantu dari kalangan orang kafir dan sesat maka ada diantara mereka yang menjadi sebagai menteri dan penasihat, dan semakin keraslah perselisihan yang terjadi, semakin banyak firqah dan aliran-aliran, dan menonjollah berbagai madzhab dan pemahaman yang batil, dan hal itu senantiasa terjadi hingga masa kita sekarang ini dan sampai kapan waktu yang Allah kehendaki.

Akan tetapi segala puji bagi Allah masih tetap ada sebuah kelompok yang selamat (al-Firqah an-Najiyah) yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mereka berpegang-teguh dengan Islam yang benar dan berjalan di atasnya dan mendakwahkan hal itu. Kelompok ini selalu ada dan akan senantiasa ada segala puji bagi Allah sebagai bukti pembenaran atas apa yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwasanya kelompok ini akan tetap ada dan terus-menerus muncul serta bertahan. Dan ini merupakan keutamaan dari Allah subhanahu demi tetap terjaganya agama ini dan untuk menegakkan hujjah bagi para penentang.

Sesungguhnya kelompok yang diberkahi ini mengejawantahkan apa-apa yang diajarkan oleh para sahabat radhiyallahu’anhum bersama bimbingan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ucapan, amal, dan keyakinan, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mereka itu adalah orang-orang yang beragama sebagaimana aku dan para sahabatku pada hari ini.” (HR. Tirmidzi [2641])

Sesungguhnya mereka termasuk kelompok pembela kebaikan yang tetap ada seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Kalaulah seandainya ada diantara generasi-generasi sebelum kalian [yang telah Kami binasakan] orang-orang yang memiliki sisa kebaikan untuk melarang dari kerusakan di muka bumi.” (Huud : 116)

[Bersambung insya Allah]

Sumber : Min Ushul ‘Aqidati Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 9-12

14718686_1803714443177090_1758038350701659065_n


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/pokok-pokok-aqidah-ahlus-sunnah-2-2/